02 May 2013
Dua tahun belakangan, menjadi titik terendah sepakbola indonesia. Mulai dari mafia sepakbola sampai adanya dualisme PSSI. Dualisme kompetisi tentu saja masuk di dalam nya. Semua pelaku sepakbola menjadi korban dari keserakahan kaum elite yang hanya memikirkan kantong dan golongan mereka sendiri. Semua jadi korban, semua mendapat ketidakjelasan. Mulai dari klub, pemain, penikmat sepakbola, dan lain-lain.
Awal tahun ini, PSS memulai langkah untuk mengarungi kompetisi Divisi Utama LPIS dengan gontai dan lesu. Bagaimana tidak, kejelasan kompetisi sampai saat itu belum ada kepastian. Semua menunggu keputusan dari federasi tertinggi kita, PSSI. Manajemen tidak berani mengambil langkah untuk segera membentuk tim. Manajemen tidak mau mengambil resiko dari ketidakjelasan kompetisi.
Namun tulisan ini tidak akan membahas hal itu. Tulisan ini akan membahas tentang the winning team PSS tahun ini. Yang diisi pemain-pemain "bintang".
Masih teringat jelas di ingatan kita, ketika manajemen meminang Hanafi sebagai pelatih. Tak lama beliau langsung dipecat karena alasan yang tidak perlu kita sebut. Setelah itu ditunjuklah Coach Yusack Sutanto sebagai pengganti. Dengan bermodal tangan kosong dan lisensi yang mentereng, beliau mulai membentuk tim.
Tidak seperti pelatih lain, yang akan merekomendasi siapa pemain yang akan direkrut kepada manajemen, coach Yusack ini terkesan pasif dalam proses pemilihan pemain. Bukan tanpa alasan, dari riwayat pembentukan tim, kedatangan pemain selalu merupakan inisiatif dari pihak manajemen. Coach yusack tinggal berkata "ya" atau "tidak".
Praktis, eksodus gerbong pemain Arema IPL ke PSS tidak ada campur tangan coach di dalamnya. Pelatih macam apa ini yg membentuk tim bukan dari karakter bermain yg sesuai dengan yang diinginkan pelatih, atau bahkan posisi yang diinginkan pelatih.
Dari sini, kemampuan membentuk tim coach yusak bisa dipertanyakan. Beliau menyetujui kedatangan pemain yang paling tidak berlabel "wah", bukan sesuai dengan gaya permainan yang dia inginkan.
Pemain berlabel bintang berdatangan, sebut saja Ajisaka, Waluyo, Wahyu Gunawan, Juan Revi, Moniega, Noh Alam Shah, dan terakhir Anggo Julian. Kemampuan mereka memang tidak perlu diragukan lagi. Dari komposisi pemain yang ada, pelatih akan menggunakan formasi 4-3-3 sebagai formasi utama untuk menghadapi musim kompetisi. Dan keputusan ini menurut penulis adalah suatu keputusan yang terkesan mencari aman, karena memang dengan komposisi pemain seperti itu 4-3-3 adalah yang paling ideal.
Namun apakah kenyataan di lapangan berkata demikian? Dalam pertandingan ujicoba kita memang tidak pernah kalah, cleansheet kemenangan diraih pasukan super elja. Namun apakah dari segi permainan sudah maksimal? Maksud saya dengan materi pemain "bintang" ini? Menghadapi tim yang selevel di bawah kita masih keteteran di lini tengah? Masih belum bisa merangsek pertahanan lawan? Adakah kita lihat kombinasi satu dua cantik yang diperagakan antar pemain yang mengundang decak kagum penonton?
Formasi yang ideal adalah formasi yang sesuai dengan karakter, visi misi dan tipe pemain. Formasi 4-3-3 adalah formasi yang membutuhkan pemain yg punya coverage permainan luas. Dalam artian dia bisa meng-handle lini tengah dan bagian flank. Pertanyaannya apakah pemain seperti Anang Hadi, Juan Revi, bahkan Fajar Listiyantoro tepat diberikan peran tersebut? Mungkin kita bisa menemukan jawabannya di dalam permainan dari PSS sleman dalam beberapa pertandingan yang telah kita saksikan.
Apakah the winning team kita harus menyesuaikan diri kembali dengan pola formasi yang ditentukan oleh sang pelatih? Atau justru sebaliknya? Sang pelatih yang harus menyesuaikan dan mencari formasi yang tepat untuk mengeluarkan potensi the winning team ini? Pertanyaan selanjutnya yang bisa kita jawab dari pandangan mata kita masing-masing, sekali lagi, saat kita melihat pertandingan PSS.
Masih sangat jelas di benak saya, bagaimana kontribusi Anang Hadi musim lalu dibawah komando pelatih Widyantoro, ketika Anang diberikan kebebasan, free role, di tengah. Bebas memberikan umpan, atau melakukan shot. Anang yang berbadan kecil ini musim kemarin menjadi jendral lini tengah untuk membangun serangan PSS.
Namun semua itu buyar ketika melihat formasi 4-3-3 musim ini. Anang menjadi midfielder yang lebih ke arah flank. Dan lihat hasil nya? Sekali lagi, pertanyaan ini silahkan anda jawab sendiri. Kasus yang sama bisa kita implementasikan pada pemain lain. Silahkan bandingkan posisi Juan Revi dulu sewaktu di arema dengan posisinya yang sekarang.
Inilah yang saya sebut dengan penyesuaian pola. Apakah pemain yang harus menyesuaikan pola permainan pelatih? Dengan resiko dia tidak bermain secara maksimal, atau pelatih lah yang harus mengalah dan memutar otak dengan mencari formasi yang benar-benar cocok. Jangan jadikan the winning team kami menjadi "the Whirling team" seperti yang anda lakukan di match lawan persebangga kemarin.
Sepeninggal Budi Sudarsono, tetiba pelatih menyatakan perubahan formasi dari 4-3-3 menjadi 4-4-2. Perubahan yang terkesan sangat terburu-buru dan mungkin memang sangat darurat dalam penerapannya. Mengingat memang hanya ada 2 penyerang "mature" di tubuh PSS. Moniega dan Noh Alam Shah.
Sempat muncul keraguan dengan perubahan formasi dalam 1 minggu sebelum kompetisi dimulai. Hal ini tambah diperkuat dengan permainan yang terkesan monoton pada saat melawan Persibangga. Pemain terlihat bingung untuk mendobrak pertahanan lawan, walaupun memang yang dihadapai menerapkan negative football.
Pada awal penunjukkannya, coach Yusack berjanji akan memakai pemain-pemain dari daerah, dan memaksimalkan pemain muda. Namun seiring eksodus pemain-pemain bintang, janji tersebut seakan hilang di telan bumi. Coach Yusack memang bertipe mencari aman. Mungkin sama seperti chant dari supporter kita "Asal Kau Menang Ku Bahagia".
Bagaimana tidak, dalam partai ujicoba, tidak semua pemain di bench diturunkan dalam pertandingan. Padahal sebelumnya sempat muncul statement bahwa beliau sudah mengantongi kerangka tim inti musim depan. Seharusnya hal ini bisa menjadi kesempatan para pemain muda untuk menyatu dengan permainan tim, dan juga memperbanyak pengalaman bermain.
Tercatat ada beberapa pemain muda potensial yang ada di Sleman. Tidak hanya muda, namun pemain-pemain ini adalah produk asli daerah. Semoga pemain-pemain bintang yang ada sekarang bisa memberikan ilmu nya kepada pemain-pemain lokal kami ini, supaya semakin berkembang dan semakin matang.
Pertanyaan selanjutnya, untuk berapa lama kah the winning team ini akan bertahan? Tidak ada jaminan musim depan para pemain bintang ini tetap berada di klub kebanggaan kita, karena mereka bermain dengan asas profesionalisme. Tidak ada jaminan dengan antusiasme dan atmosfer pertandingan yang luar biasa di Sleman akan menjadikan mereka betah di sleman, banyak faktor-faktor lain yang mempengaruhi.
Akhir kata, penulis mengharapkan tim pelatih benar-benar bisa memanfaatkan the winning team PSS dengan maksimal musim ini. Karena beban juara sudah terlanjur diberikan kepada kalian. Dan sebagai warga sleman, saya mengharapkan beberapa musim ke depan, the winning team ini berisi pemain-pemain lokal dari DIY dan sekitarnya. Kepada semua lawan PSS di kompetisi, We Are Strong, So Fear Us !!
Penulis adalah Ahmad Kurniawan, seorang fans PSS Sleman
[ by : fwhrst ]