Web Komunitas Suporter Slemania | Kamilah Jiwa - Jiwa yang Tidak Terkalahkan

Supported by: LigaIndonesia.com | Bukan Berita Bola Biasa

VOTING

sembari menunggu siapa pelatih yang akan menukangi PSS musim ini. Mari voting siapa pilihan anda ?








Mengelola Klub Sepakbola Sebagai Badan Usaha Milik Daerah

26 August 2011

Salah satu syarat berlaga di Liga Profesional PSSI adalah diharuskannya sebuah klub untuk memiliki badan hukum yang berorientasi bisnis (Perseroan Terbatas). Satu sisi, hal ini merupakan sebuah kemajuan karena orientasi ke depan adalah membangun sebuah industri hiburan masyarakat yang berpengaruh terhadap perekonomian daerah. Sisi lain, juga harus diperhatikan bahwa ke depan jangan sampai industri sepakbola di negeri ini hanya mengedepankan aspek bisnis semata tanpa mengindahkan sisi pelayanan publik, yakni memberikan hiburan masyarakat dan juga edukasi publik akan pentingnya olah raga dan kesehatan.

Di Sleman sendiri PSS dan Real Mataram telah sepakat untuk merger dan menjadi sebuah klub baru. Gabungan kedua tim ini pada kompetisi 2011-2012 mendatang dinominasikan berlaga di kasta tertinggi sepakbola tanah air, yakni Liga Profesional Level Satu.

Bagi sebagian orang merger ini dirasa sebagai sebuah harapan baru bagi PSS untuk mendongkrak prestasi di kancah persepakbolaan tanah air. Sebagain yang lain menyayangkan merger tersebut karena dinilai hanya menguntungkan salah satu pihak. Oleh karena itu, sebagai warga Sleman dan pecinta PSS sudah merupakan kewajiban bagi kita untuk turut memberikan solusi ke depan agar dapat berprestasi secara maksimal.

Jika kita flashback, pada tahun 2007 surat Menteri Dalam Negeri melarang APBD diberikan untuk pendanaan sepakbola secara rutin. Pada tahun yang sama pula Bupati Sleman saat itu Ibnu Subiyanto manyatakan akan menjadikan PSS sebagai sebuah BUMD, dengan syarat PSS berlaga di Super Liga. Seiring dengan berjalannya waktu hingga bergantinya kepengurusan PSSI saat ini, keinginan itu belum terwujud sampai akhirnya PSS menyatakan diri merger dengan Real Mataram.

Pada kompetisi terdahulu prestasi PSS Sleman belum bisa dikatakan menggembirakan. Tentu kondisi ini juga mempengaruhi keuangan klub. Prestasi yang bagus akan mengundang antusiasme penonton untuk hadir menyaksikan pertandingan di stadion. Begitu pula sebaliknya, jika prestasi turun, penonton akan berkurang dengan sendirinya. Singkatnya, dari sudut pandang bisnis PSS Sleman belum mampu membiayai dirinya sendiri.

Menjadikan klub sebagai sebuah perusahaan dengan orientasi bisnis tentu tidaklah semudah membalikkan telapak tangan, terutama untuk PSS yang selama ini mengandalkan APBD sebagai sumber pendanaan utama. Tentu ada banyak aspek yang harus dibenahi untuk merubah lembaga dengan pola kerja mengalokasikan dana yang telah tersedia menjadi sebuah lembaga yang harus membiayai dirinya sendiri dan juga menguntungkan dari sisi finansial.

Salah satu solusi adalah dengan menjadikan PSS-Real Mataram sebagai sebuah Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) berbentuk Perseroan Terbatas (PT). BUMD ini berkewajiban melakukan pengelolaan klub sepakbola Sleman dan juga segala properti yang berkaitan dengan itu termasuk pengelolaan Stadion Maguwoharjo dan sekitarnya. Di Indonesia hingga saat ini belum ada satupun klub yang mengelola stadionnya sendiri. Sebagian besar stadion masih dikelola oleh pemerintah.

Pemerintah Sleman hingga saat ini baru memiliki 2 (dua) BUMD yakni Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Dharma yang melayani air bersih dan Perusahaan Daerah BPR Bank Sleman yang bergerak di bidang jasa perbankan. Ke depannya, BUMD pengelola klub dan kawasan stadion ini dapat dijadikan sumber finansial alternatif untuk mendongkrak Pendapatn Asli Daerah (PAD) Kabupaten Sleman.


Dengan menjadi sebuah BUMD, maka APBD juga dapat dialokasikan kepada klub sebagai penyertaan modal bagi BUMD tersebut. Hal ini tidak dilarang karena yang tidak diperbolehkan peraturan Mendagri adalah hibah rutin bagi klub sepakbola.

BUMD pengelola klub dan kawasan stadion ini nantinya harus disusun dengan kepemilikan pemerintah Sleman minimal 51% saham. Sisa saham bisa ditawarkan kepada investor lokal ataupun nasional. Tentu ini berbeda dengan klub lain yang telah berbentuk PT dan berorientasi bisnis seperti Arema dimana saham mayoritas dikuasai oleh raksasa bisnis Bakrie Group. Dengan menguasai saham mayoritas, pemerintah daerah dapat meminimalisir pengelolaan klub yang hanya mengejar sisi bisnis semata tanpa mempertimbangkan sisi pelayanan publik dalam hal ini hiburan dan pembinaan generasi muda Sleman.

Strategi pengelolaan

Investasi murni pada klub jelas belum bisa diharapkan untuk industri persepakbolaan di Indonesia. Hingga saat ini belum ada satupun klub sepakbola di Indonesia yang bisa mencapai Break event point (BEP) alias balik modal selama mengikuti kompetisi. Biaya mengikuti kompetisi tidak sebanding dengan pemasukan yang didapat oleh klub. Oleh karena itu BUMD ini harus mampu mengkombinasikan pengelolaan klub dan juga pengelolaan kawasan stadion dan sekitarnya yang memiliki nilai ekonomis dengan tujuan mampu memberikan pemasukan yang signifikan bagi daerah.

Sebagai perusahaan bisnis, tentu ada target finansial yang harus dicapai oleh BUMD pengelola klub dan juga kawasan terpadu stadion Maguwoharjo. Untuk mencapai target tersebut diperlukan unit-unit kerja sebagaimana layaknya organisasi bisnis seperti divisi keuangan, operasional, marketing, SDM, litbang hingga teknologi informasi.

Untuk pengelolaan klub dapat dilakukan dengan memadukan cara pengelolaan berbasis suporter seperti di Barcelona atau klub-klub Jerman dikombinasikan dengan model pengelolaan bisnis murni ala klub-klub di Inggris. Hasilnya adalah pengelolaan berorientasi bisnis di bawah payung perusahaan daerah dengan memaksimalkan potensi SDM lokal dengan dukungan manajerial yang baik. Dalam hal ini diutamakan SDM lokal (suporter) yang memiliki kapabilitas dengan harapan memiliki jiwa membangun daerah yang tinggi dan kecintaan untuk memajukan daerah sendiri.

Sedangkan pengelolaan kawasan stadion dapat mengacu pada rencana proyek strategis Kabupaten Sleman dan Provinsi DIY dimana pengembangan Kawasan terpadu embung Tambakboyo, Candi Gebang dan Stadion Maguwoharjo merupakan salah satu prioritas utama. Disebutkan bahwa kawasan tersebut akan dikembangkan menjadi kawasan olahraga dan rekreasi dikawasan perkotaan secara terintegrasi. Jenis kegiatan yang dikembangkan disesuaikan dengan pengembangan rekreasi purbakala (Candi Gebang), olahraga (Stadion Maguwo) dan wahana air (Embung Tambakboyo). Meski ketiga tempat tersebut saat ini masih dikelola oleh instansi yang berbeda, ke depannya tidak menutup kemungkinan untuk dilakukannya pembicaraan untuk melakukan pengelolaan secara lebih terpadu dan profesional.

Khusus pengembangan fisik Stadion Maguwoharjo juga masih tetap mengacu pada masterplan awal sebagai Kawasan Stadion Olah Raga dan Rekreasi Terpadu Sleman seperti tercantum dalam website Bappeda Sleman.

Singkatnya, Klub sepakbola PSS-Real Mataram dan kawasan Stadion Maguwoharjo dan sekitarnya akan dikelola oleh BUMD yang ditangani oleh profesional yang memiliki penglaman, visi membangun yang jelas dan memiliki kecintaan terhadap daerah dengan tujuan memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat Sleman.

Strategi marketing

Membangun brand sebagai sebuah klub tangguh tentu bukan perkara mudah. Sebuah klub dinilai oleh publik sebagai sebuah klub yang bagus jika memenuhi kriteria utama, yakni prestasi yang bagus. Pemain bertabur bintangpun bukan jaminan sebuah klub dikatakan sebagai klub yang bagus. Begitu pula dengan manajemen yang solid, atau bahkan kekayaan melimpah dari sebuah klub. Jika prestasinya tidak membanggakan, maka akan dicap sebagai klub yag tidak bagus. Bagaimana akan menjual brand sebuah klub jika prestasi klub tersebut tidak ada yg istimewa? Jawabannya adalah dengan mengoptimalkan properti yang dimiliki di luar klub itu sendiri, dalam hal ini adalah kawasan terpadu Stadion Maguwoharjo.

Stadion Maguwoharjo yang tidak berdiri sendiri karena berada di wilayah bisnis publik, kawasan wisata candi dan embung Tambakboyo, wilayah akademis karena terletak tidak jauh dari universitas dan juga perumahan warga. kondisi ini akan semakin menambah minat masyarakat untuk datang ke area stadion di luar hari pertandingan.

Jika kita membicarakan tentang kawasan ekonomis di sekitar stadion sepakbola, hal biasa yang sering kita lakukan adalah menghubungkannya dengan segala sesuatu yang berhubungan dengan sepakbola itu sendiri. Menjadikan kawasan stadion sebagai sentra penjualan souvenir, toko-toko, minimarket, tempat berlangsungnya konser musik, event-event lokal ataupun kompleks hiburan adalah hal yang lazim dan banyak dilakukan di luar negeri. Lalu bagaimana dengan di Sleman?

Menurut konsep masterplan Bappeda Sleman, kawasan stadion terdapat ruang komersial yang dapat disewakan. Menurut saya selain dapat dipergunakan untuk hal-hal seperti tersebut di atas, akan lebih efektif jika kawasan komersial tersebut dikelola sebagai sebuah kawasan industri kreatif. Kawasan industri kreatif dapat membuka banyak lapangan kerja bagi masyarakat Sleman dan tentunya dapat memberikan kontribusi finansial yang lebih signifikan. Tak seperti kawasan industri konvensional yang sedikit banyak memberikan pengaruh negatif seperti limbah dan pencemaran, industri kreatif tidak memiliki efek samping negatif bagi lingkungan.

Indutri kreatif yang dimaksud adalah industri software, desain, seni dan kerajinan, media, periklanan, film, musik, riset dan lain sebagainya. Hal ini didukung oleh posisi Stadion Maguwoharjo yang sangat strategis dimana terletak tidak jauh dari universitas Sanata Dharma, UPN Veteran, UII, UGM, Amikom, UNY dan lembaga pendidikan lain yang merupakan gudang sumber daya kreativitas dan hasil riset pendidikan. Komersialisasi hasil riset tentu bukanlah suatu yang haram untuk dilakukan karena selama ini hasil riset tersebut banyak menumpuk di perpustakaan universitas. Selain itu kawasan ini juga memiliki akses langsung ke dunia internasional karena terletak tidak jauh dari bandara Adisucipto.

Menghidupan dan memutar perekonomian kompleks stadion dapat dilakukan dengan manajemen berbasis komunitas. Media seperti radio bisa dijadikan sarana komunikasi yang efektif untuk menunjang dinamisme komunitas dan juga perekonomian. Dengan dukungan universitas-universitas yang ada di Kabupaten Sleman, kawasan tersebut juga dapat dimanfaatkan sebagai student corner dimana BUMD menyediakan space yang dapat ditawarkan kepada lembaga-lembaga pendidikan dan juga lembaga kebudayaan asing seperti Britishcouncil, American Corner, Lembaga Indonesia Perancis dan lain sebagainya untuk membuka perwakilan. Bahkan dengan usaha ekstra, kawasan industri kreatif ini juga dapat ditawarkan kepada raksasa asing seperti Google, Microsoft, Yahoo ataupun perusahaan berbasis industri kreatif lainnya. Bukan hal yang mustahil, karena belajar dari pengalaman SDM Indonesia tidak kalah dengan SDM asing.

Jika selam ini pemasukan klub sepakbola identik dengan tiket, sponsor dan hak siar, maka ada sisi lain yang masih menjadi peluang. Tentu hal-hal tersebut di atas bukanlah sebuah langkah yang dapat dicapai dengan instan. Akan tetapi jika sudah dilandasi oleh kemauan yang kuat dan usaha yang sungguh-sungguh, maka tak ada yang mustahil.

Dengan dinominasikannya PSS-Real Mataram ke dalam Liga Profesional Level Satu maka dengan itu pula sepakbola Sleman benar-benar harus siap masuk ke dalam industri sepakbola yang profesional. Ini bukanlah sebuah target capain, melainkan langkah awal untuk membentuk tim yang tangguh dan dapat menjadi kebanggan warga Sleman. Jangan sampai ke depan terjadi lagi krisis kepercayaan dari pelatih, pemain atau bahkan dari pendukung tim sendiri karena ketidakpastian manajeman yang disebabkan oleh permasalahan klasik, yakni pendanaan.

Sekali layar terkembang, pantang biduk surut ke pantai.

Salam Satoe Hati!


Referensi
Masterplan Stadion Sleman
Proyek Strategis Kabupaten Sleman

[ by : Hajar Pamundi ]

<< back to index

Komentar

tambah komentar