01 June 2007
Pertandingan sepak bola resmi tidak lepas dari kepemimpinan seorang wasit. Di Indonesia kepemimpinan wasit mulai membaik. Hal ini dimungkinkan karena kualitas wasit yang memang mengalami peningkatan dan atau aturan tegas yang diberikan dan diberlakukan oleh PSSI.
Seorang wasit dalam pertandingan berfungsi sebagai pengatur atau bahkan bisa disebut hakim dalam pertandingan sepak bola. Fungsi yang demikian ini menjadikan wasit memiliki kedudukan yang fital dalam mengemban tugasnya. Maka tidak jarang klub-klub sepak bola mencoba menggandeng seorang wasit, menjadikan kepemimpinan seorang wasit sebagai lahan bisnis. Tentu saja dengan tujuan tertentu. Biasanya klub menggandeng wasit dengan maksud menginginkan kemenangan dalam pertandingan yang akan dihadapi. Hal ini dapat berdampak adanya protes kecil dari pemain atau suporter, hingga chaos (keadaan yang tidak dapat dikendalikan) antara pemain dengan suporter, dapat mewarnai setiap pertandingan atas kepemimpinan seorang “hakim pertandingan”.
Pertanyaan yang muncul terhadap kepemimpinan seorang wasit ialah, mampukah seorang wasit memimpin dengan baik? Maklum saja, wasit juga manusia ketelodoran, kesalahan, kecemasan, bahkan ketakutan dalam memimpin pertandingan selalu menjadi momok yang menakutkan baginya. Selain hal tersebut, layaknya manusia seorang wasit butuh makan. Hal inilah yang sering dimanfaatkan oleh klub-klub untuk mengandeng seorang wasit.
Kemenangan tim memang hal yang dapat dibanggakan dan yang diinginkan oleh suporter, pemain, maupun klub. Tetapi, menempuh kemenangan dengan jalan cepat misalnya, menyuap wasit bahkan mengancam birokrasi lawan tanding (suporter, pemain, atau klub) dengan wujud ancaman pulang pertandingan akan ada penghadangan yang dilakukan suporter bila timnya kalah, dapat merusak pertandingan, pemain, bahkan citra baik klub itu sendiri.
Tidak jarang apabila klub mengingginkan kemenangan dalam pertandingan dengan jalan menyuap wasit dan ternyata timnya kalah, wasit menjadi bulan-bulanan menejemen klub dan suporter. Tetapi kembali kepada tugas dan tanggung jawab sebagai wasit yang dijadikan hakim pertandingan, seharusnya rasa tanggung jawab terhadap tugas lebih diutamakan. Menjadikan pertandingan lebih enak dilihat, walaupun bukan hanya tugas seorang hakim pertandingan tetapi juga tugas pemain dan suporter. Alangkah lebih baik, jika kita biarkan seorang wasit bertindak dengan apa adanya sehingga pertandingan berjalan apa adanya. Pertandingan menjadi berkualitas baik dari wasit maupun pemain nantinya.
Ibarat kata jangan jadikan klub sebagai anak ayam. Hanya menang dikandang tetapi dibantai diluar. Jadi hakim yang adil selalu dinantikan. Pemain dan pertandingan yang baik selalu diharapkan.
[ by : S. Yohan Banny K/PPL ]