Web Komunitas Suporter Slemania | Kamilah Jiwa - Jiwa yang Tidak Terkalahkan

Supported by: LigaIndonesia.com | Bukan Berita Bola Biasa

VOTING

sembari menunggu siapa pelatih yang akan menukangi PSS musim ini. Mari voting siapa pilihan anda ?








PSSI: Antara Etika, Hukum, dan Kepentingan

31 August 2005

Dinamika sepakbola Indonesia sampai saat ini tampaknya belum mengarah pada kemajuan. Dari hari ke hari kualitas –pemain, pengurus, dan penonton– semakin brutal. Di lapangan, di organisasi, di tribun stadion, semuanya berlomba-lomba menunjukkan kebrutalannya. Dari sekian banyak ulah brutal tersebut memang masih ada beberapa gelintir orang yang punya semangat anti anarkhi. Tapi jumlah itu tak seimbang untuk memaksa para brutalis untuk tidak berulah.

Siapa patut disalahkan dengan kondisi seperti ini ?. Mengacu pada perkataan Menpora RI, maka yang patut disalahkan adalah terjadinya krisis kepemimpinan di PSSI. Menurutnya, dengan tidak efektifnya kepemimpinan di PSSI, efek samping negatif begitu terasa luas sekali.

Sejenak kita beromantisme dengan suasana pemilihan Ketum PSSI yang terakhir. Disana Nurdin Halid dipilih oleh para utusan klub di seluruh Indonesia melalui mekanisme voting. Entah proses terpilihnya betul-betul "bersih" atau tidak, wallahu a’lam, yang jelas Nurdin Halid terpilih dengan didahului pemaparan visi dan misi.

Menurut beberapa utusan klub, visi misi yang diangkat Nurdin Halid, memberi prospek bagi majunya persepakbolaan Indonesia ke arah industri. Sesuatu yang bisa membuat angan-angan utusan klub membumbung tinggi ke angkasa.

Singkat cerita, Nurdin Halid kemudian mulai menahkodai kapal PSSI dengan kabinet pilihannya. Layaknya sebuah kabinet pemerintahan negara, di "kabinet" PSSI banyak terdapat nama-nama mentereng dan multi partai. Di awal kepemimpinan Nurdin Halid, gagasan-gagasannya mulai diaktualisasikan dengan sangat terencana. Namun, alangkah malangnya nasib Nurdin Halid, di perjalanan yang belum mencapai separuh, dia terpaksa dijebloskan ke penjara akibat kasus gula impor ilegal dan rentetan kasus lainnya.

Kasak-kusuk pun mulai terjadi di tubuh PSSI, desakan Munaslub sampai dengan mempertahankan status quo, akhirnya terjawab dengan diangkatnya seorang PYMT (Pejabat Yang Memangku Tugas). Alasannya singkat saja, Nurdin Halid belum berstatus sebagai terdakwa. Sekarang vonis sudah jatuh, kasak kusuk pun mulai muncul lagi. Entah solusi apa lagi yang diapungkan oleh orang-orang pro status quo……..

Kembali lagi pada sikap Kementrian Olahraga RI, akhirnya Ketua KONI Pusat diutus untuk menyelesaikan kacau balaunya sepakbola Indonesia melalui PSSI. Kita tunggu saja utusan Menpora Adhyaksa Dault itu, bagaimana menyelesaikan permasalahan di tubuh bekas organisasi yang dipimpinnya.

Dari uraian panjang lebar di atas, secara sederhana, dapat diambil tiga persoalan mendasar dari kondisi PSSI saat ini. Apa itu ?, sesuai judul di atas, yaitu etika, hukum, dan kepentingan.

Ya, kita patut bertanya : ketika etika organisasi tidak lagi dijalankan, maka kita masih bisa berharap pada putusan hukum. Tetapi ketika putusan hukum telah jatuh dan orang-orang PSSI tidak sadar jua, maka jelaslah sudah bahwa telah terdapat kepentingan-kepentingan individu ataupun kelompok di tubuh PSSI, yah…alamat kiamat deh bagi organisasi yang usianya lebih tua dari negara ini.

Mau dibawa kemana lagi sepakbola nasional kita. Inikah kado sepakbola nasional untuk HUT Kemerdekaan RI ke 60 ?. Begitu ironis dan menderitanya sepakbola di negara ini. Bagaimana mau menggapai asa menjadi tuan rumah Piala Asia 2007, kalau sikap-sikap primitif di dalam organisasi PSSI masih saja ada.

Semoga sepakbola nasional kita tidak semakin terpuruk. Maka, bagi orang-orang yang murni, ikhlas, dan tulus mencintai sepakbola, jangan patah semangat untuk terus membuat gebrakan-gebrakan progressive di jejaring sepakbola Indonesia. Wallahu a’lam bishowwab.

[ by : - Ari Dwi Prasetyo - ]

<< back to index

Komentar

tambah komentar